Jumat, 12 September 2014

Posted by Unknown | File under : , ,
Intel Corp. dan klien produsen perantinya sejak dulu telah mencoba membangkitkan minat konsumen atas peranti yang menggabungkan fitur laptop dan tablet, namun konsumen tak bergeming. Kini, mereka punya alasan untuk lebih optimis.

Mengapa Laptop 2 in 1 Disambut Dingin


Vendor teknologi besar minggu ini menyatakan rencana untuk membuat berbagai mesin konvertibel, yang juga disebut 2-in-1. Produk ini akan lebih tipis dan lebih ringan dari pendahulunya. Gadget 2-in-1 menawarkan daya tahan baterai sepanjang hari—sama seperti tablet—dengan performa komputasi yang lebih baik.

Intel memainkan peran sentral dengan chip baru yang disebut Core M, mikroprosesor pertama Intel yang proses manufakturnya memakan waktu lebih lama ketimbang perkiraan agar menjadi sempurna. Chip baru ini hanya memakan daya 4,5 watts, kurang dari setengah chip lama dalam kelas yang sama.
“Industri ini sejak dulu bicara soal peranti yang tipis dan ringan,” kata Patrick Moorhead, analis di Moor Insights & Strategy. “Core M benar-benar mewujudkannya.”

Beberapa produsen komputer pribadi (PC) pada Kamis mengumumkan rencana membuat komputer 2-in-1 memakai Core M, seperti Hewlett-Packard Co., Dell Inc., dan Lenovo Group Ltd. Lebih banyak contoh terkuak dalam ajang perdagangan IFA di Berlin, Jumat, di mana Intel mengumumkan detail teknis baru terkait teknologi ini.

Sejak dulu menjadi pemasok mesin kalkulasi bagi PC, Intel mulai kesulitan sejak 2010 lantaran konsumen beralih ke tablet dan menjauh dari komputer portabel. Sebagian besar tablet kini memakai chip yang dirancang oleh ARM Holdings PLC.

Meski penjualan tablet meningkat, petinggi Intel memprediksi tablet sebagai kategori produk terpisah pada akhirnya akan punah. Ini lantaran banyak perusahaan hardware menawarkan peranti dengan layar yang dapat diputar dari kerangka laptop normal menjadi mode tablet, atau dipisah sepenuhnya dan menjadi tablet tersendiri.

Namun karena berbagai alasan, konsumen tak tertarik. Salah satunya adalah karena peranti 2-in-1 dianggap lebih besar dan lebih berat ketimbang tablet, kata Stephen Baker, analis di NPD Group.
Produk ini juga lebih mahal. Rata-rata harga notebook standar di ritel AS kini sekitar $380, sementara konvertibel rata-rata dihargai $580, kata Baker.

Navin Shenoy, wakil presiden di grup klien PC Intel, mengatakan hambatan lainnya adalah chip mainstream Intel memakan banyak daya. Hal ini memaksa perancang sistem mencakupkan kipas pendingin ke dalam perantinya—sebuah alat berisik yang tidak berlaku bagi tablet. “Hambatan ini ingin kami tangani segera,” katanya.





Link Terkait :